SEJARAH DESA SUKAWANA
Dsuna,itulah pekerjaannya tiap saat,tiap hari hanya menanam kesuna disamping memelihara ayam putih kedas yang memiliki suara nyaring dan merdu sebagai penghibur hati gadis tua itu siang dan malam,dan apabila musim panen tiba perempuan itu menyimpan bawang putih atau kesuna hasil panennya mempergunakan sok yaitu sebuah bakul dari pohon bambu sebagai tempat kesuna lalu ditempatkan digubuknya di dalam hutan Tanah Daa. ahulu kala di kaki Gunung Wangun Urip hidup seorang gadis yang selama hidupnya belum menikah, karena perempuan tersebut belum menikah perempuan itu dikenal dengan nama Daa Tua,yang artinya Gadis Tua,dia hidup di sekitar hutan dan karena dihuni oleh gadis tua, hutan sekitar itupun disebut dengan nama Tanah Daa,di tempat inilah perempuan itu menetap serta pekerjaannya adalah merabas hutan,jika hutan sudah dibersihkan dan layak ditanami maka perempuan itu menanaminya dengan tanaman bawang putih atau ke Sementara itu di hutan sebelah utara dari tempat gadis itu ada empat jejaka bersaudara yang menetap tinggal disana,keempat jejaka itu masing masing bernama Tuwaan,Madenan,Nyomanan dan Ketutan, yang bernama Madenan tidak lagi ikut dengan ketiga saudaranya karena sudah menetap di tempat yang agak jauh dari tempat saudaranya tinggal,dan tempat itu sampai saat ini dikenal dengan nama Desa Madenan,suatu hari ketiga bersaudara tersebut yakni Nyomanan ketika bangun tidur dipagi hari mendengar suara ayam yang sangat merdu di tengah hutan Tanah Daha, hati Nyomanan tertarik untuk mengetahui siapa yang memelihara ayam yang mempunyai suara merdu itu, kemudian Nyomananpun bergegas pergi kearah suara ayam tersebut, sesampainya Nyomanan di hutan Tanah daha Nyomanan menemukan sebuah sok yang berisi bawang putih atau kesuna di dalam hutan dan ketika Nyomanan memperhatikan sok itu, ketika itu juga datang gadis Daha tua menghampirinya, hati Nyomanan tertarik pada Daha tua dan menyatakan bahwa Nyomanan hendak memperistri ,mungkin sudah kehendak dan takdir Hyang Maha kuasa,ahirnya mereka berdua melangsungkan perkawinan serta Nyomanan tidak kembali lagi ke tempat saudaranya dan menetap menjalani hidup di hutan Tanah Daha. Karena pada saat bertemu dengan istrinya diawali dengan menemukan sok berisi kesuna di tengah hutan yang disebut wana maka tempat itupun diganti namanya menjadi Sokwana,yang artinya sok atau bakul berisi kesuna di tengah hutan, serta setelah kian berkembang tempat itu diberi nama Desa Sokwana,yang sekarang menjadi Desa Sukawana,serta hutan Tanah Daha berubah menjadi sebuah banjar yang sekarang bernama Banjar Tanah Daha. Selanjutnya dikisahkan Nyomanan inilah yang menurunkan kraman Nyomanan di Desa Sukawana,sedangkan saudaranya yang menetap ditempat dulu yakni Tuwaan diyakini menurunkan kraman Tuwaan yang sampai saat ini kedua kelompok Kraman tersebut terus berkembang,bertambah banyak serta merupakan satu kesatuan yaitu Desa Pakraman Sukawana yang dari awal terbentuknya berasal dari dua kelompok yaitu Nyomanan dan Tuwaan,namun keduanya sesungguhnya adalah tunggal dan selalu berdampingan serta bersama-sama membuat Desa Sukawana menjadi besar dan terus berkembang. Desa Sukawana berjarak kurang lebih 80 KM dari pusat Kota Denpasar, Berada di wilayah Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Tidak terlalu sulit untuk menemukan desa ini jika memakai jurusan kintamani-singaraja. Sebagian besar wilayah desa ini digunanakan untuk pertanian. Peternakan ayam petelor juga terkenal disini serta yang paling terkenal adalah Desa Sukawana merupakan pusat anjing kintamani. Tetapi keunikan yang paling mendalam yang membedakan desa ini dengan desa di Bali pada umumnya adalah tentang keagamaannya. Desa Sukawana adalah desa tua atau desa Bali Mula yang semua penduduknya adalah keturunan Bali Aga. Sukawana berarti suka di hutan. Karena konon orang Sukawana dahulu hidup di hutan. Salah satu banjar di Desa Sukawana bernama Kutadalem, yang secara etimologi berarti kuta berarti kota dan dalem berarti istana, jadi Kutadalem inilah yang dipercaya sebagai ibu kota Kerajaan Bali Dwipa dulu sebelum dipindahkan oleh Raja Jaya Pangus ke Balingkang. Melihat sejarahnya Sukawana yang dahulu merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Bali Dwipa maka dapat dicermati bahwa sebenarnya terdapat Pura-Pura Kerajaan Bali Mula di Sukawana, disamping adanya pura kahyangan tiga, dan pura leluhur. Contohnya adalah Pura Puncak Penulisan atau Pura Bukit Panarajon atau Pura Tegeh Kahirupan yang merupakan pura tertua di Bali yang disungsung (dipuja) bukan saja oleh masyarakat Desa Sukawana tetapi seluruh masyarakat Bali, dan ada pula Pura Utus yang selalu ramai oleh para pemuja dan pengempon Pura tersebut. Selain Pura- Pura tersebut terdapat Kahyangan Tiga yakni Pura Bale Agung, Pura Puseh dan Pura Dalem yang juga wajib dilakukan Pujawali oleh Masyarakat Desa Sukawana. Selain Pura Kahyang Tiga Juga terdapat Pura Subak yang terdapat di setiap Subak di wilayah Desa Sukawana. Untuk Keluarga Besar suatu keturunan terdapat Pura Dadya, sedangkan Untuk pekarangan rumah terdapat Sanggah Kemulan yang berada di setiap pekarangan rumah penduduk. Oleh karena, masyarakat sukawana tidak mengenal sistem kasta maka tidak terdapat Pura Kerajaan bagi orang – orang berkasta. Pura-Pura tersebut wajib dilakukan pujawali oleh pengemponnya (penyungsung, pemuja). Dalam hal ini masyarakat Bali Aga Desa Sukawana sebagai pengempon wajib melakukan pujawali sesuai waktu yang telah ditentukan. Sehingga masyarakat Bali Aga sendiri melakukan prosesi keagamaannya dengan mengikuti tradisi leluhur yang ada dan petunjuk pemimpin agama Di Desa Sukawana yang disebut dengan Jero Kubayan